Kamis, 17 Juni 2010

Kamis, 04 Februari 2010

PEMBUATAN PEMBAKARAN BATOK KELAPA


Indonesia memiliki hamparan perkebunan kelapa terluas di dunia, namun belum diolah secara maksimal. Salah satu kabupaten di Provinsi Riau, yaitu Indragiri Hilir, memiliki hamparan perkebunan kelapa yang cukup luas, bahkan potensi kelapanya jauh lebih besar dibanding penduduknya namun hasil produksinya masih rendah. Selama ini petani kelapa Indragiri Hilir mengolah kelapanya menjadi kopra dengan teknik tradisional. Bahkan di sebagian tempat, hasil kelapa dibiarkan jatuh membusuk. Hal ini disebabkan nilai tambah yang diperoleh dari kopra tidak cukup menarik secara ekonomi.
Disisi lain, limbah yang dihasilkan dari buah kelapa, seperti sabut dan tempurung, belum banyak dimanfaatkan
oleh masyarakat. Padahal limbah tersebut bisa mendatangkan tambahan pendapatan. Walaupun ada yang
mengusahakan arang tempurung namun dengan peralatan yang masih sangat sederhana dan produksinya
pun masih rendah.
Lemahnya tingkat serapan teknologi pasca panen buah kelapa ini mendapat perhatian khusus Tim Prima Tani
Indragiri Hilir. Tim Prima Tani mengintroduksikan teknologi alat pembakar tempurung. Bahkan alat tersebut berhasil dimodifikasi oleh Tarmizi, petani binaan Prima Tani Indragiri Hilir, dari alat permanen menjadi alat sangat fleksibel.
Desain awalnya alat yang dimodifikasinya ini berasal dari alat yang diberikan oleh Ir. Tatang Hidayat, M.Si., peneliti dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian (BB Pascapanen). “Untuk membiayai pembuatan alat ini merupakan sharing dana antara Prima Tani dan BB Pascapanen”, lanjutnya.
Struktur bangunan yang dimodifikasi terbuat dari besi plat ketebalan 3 mm, diameter 150 cm berbentuk
silinder yang diberi penutup. Dilengkapi dengan tiga buah cerobong setinggi 200 cm dengan diameter 10 cm
sebagai outlet dan tiga buah inlet. Bagian permanen yang dihilangkan oleh Tarmizi adalah lapisan batu bata
setinggi selinder sebagai dinding dan lantai dasar selinder.
Modifikasi alat yang dilakukan Tarmizi, pemuda asal Desa Rumabai Jaya Kec. Kempas Kab. Indragiri Hilir ini, mengubah bangunan permanen menjadi bangunan yang fleksibel (dapat dipindah–pindah sesuai kebutuhan). Alat pembakar arang tempurung terdiri dari tabung silinder pembakaran, pada bagian atasnya dibuat tempat dudukan cerobong yang terhubung dengan tempat keluar masuk udara dan diberi pintu pengaturan udara. Ruang pembakaran berbentuk silinder yang tidak beralas diberi penutup dari bahan besi plat. Penggunaan alat pembakar tempurung hasil modifikasi ini sangat sederhana dengan kualitas hasil pembakaran sangat baik. Operasionalisasinya pun tidak terlalu susah. Alat pembakar ditempatkan pada  bidang tanah yang datar, kemudian seluruh bagian pinggir bawah ditutup dengan tanah lembek atau lempung, atau dapat juga menggunakan pasir agar alat pembakar kedap udara. Api dihidupkan pada bagian titik tengah, kemudian tempurung diisi setengah bagian. Sebelum api mulai membesar pasang penutup alat, buka pintu penambahan tempurung dan semua pintu input/inlet udara. Periksa semua celah yang mengeluarkan asap
pada bagian penutup alat tutup dengan tanah lembek atau lempung kemudian pasang cerobong asap.

Cerobong dibuka dan ditutup menggunakan penutup yang sudah ada. Tutup semua pintu input/inlet udara dan
bila terdapat celah yang mengeluarkan asap tutup dengan tanah lembek/lempung. Setelah tempurung mulai menyusut tambahkan tempurung sampai penuh melalui lubang penambahan yang terdapat pada bagian tengah pintu penutup. Bila penambahan tempurung dirasa sudah cukup penuh, tutup pintu penambahan. Proses pembakaran berlangsung selama 6-8 jam. Proses pembakaran berakhir ditandai dengan keluarnya asap tipis dari lubang cerobong. Proses pendinginan dilakukan selama tiga jam. Setelah dingin, penutup alat pembakar dibuka dan kemudian alat direbahkan untuk mengambil arang tempurung yang sudah jadi. Tempurung pun siap untuk dikemas. Suhendri SP, detaser Prima Tani Indragiri Hilir yang mendampingi Tarmizi, mengungkapkan selama proses pembakaran ada beberapa hal yang perlu diamati terutama perimbangan besaran asap yang keluar dari cerobong. Bila terjadi hanya dua cerobong yang mengeluarkan asap harus dilakukan pembukaan input/inlet udara pada sisi cerobong yang satunya itu, begitu juga sebaliknya. Bila hal ini dibiarkan akan sangat berpengaruh terhadap hasil terutama ada bagian-bagian tempurung yang tidak terbakar dengan sempurna sehingga tempurung masih ada yang berwarna hitam kecoklatan. Tarmizi sangat antusias melihat hasil yang dicapai dengan menggunakan alat pembakar yang baru dimodifikasi olehnya. Menurut Tarmizi selama mengusahakan arang tempurung, baru sekarang ini ia mendapatkan alat yang sangat baik terutama dari segi kualitas hasil. ”Dengan alat ini saya dapat menghasilkan arang tempurung kelapa yang baik dan sangat minim abu sisa pembakarannya, kalau memungkinkan, Prima Tani dapat menjembatani kelompok tani dengan pihak perbankan untuk pengembangan usaha ini”, harapnya. Mening kat kan Nilai Arang Tempu rung Jadi Karbon Aktif  Arang tempurung kelapa selama ini lebih sering kita kenal sebagai bahan bakar untuk pemanggangan ikan atau makanan lain. Di balik kehitaman arang tempurung kelapa itu, ternyata menyimpan nilai ekonomis yang lebih tinggi lagi. Tempurung kelapa yang dijadikan arang dapat ditingkatkan nilai ekonomisnya dengan menjadikannya karbon aktif. Cara membuat karbon aktif dari tempurung kelapa juga relatif lebih mudah.

Karbon aktif berfungsi sebagai filter untuk menjernihkan air, pemurnian gas, industri minuman, farmasi, katalisator, dan berbagai macam penggunaan lain. Tempurung kelapa adalah salah satu bahan karbon aktif yang kualitasnya cukup baik dijadikan karbon aktif. Bentuk dan ukuran, dan kualitas tempurung kelapa harus diperhatikan ketika membuat karbon aktif. Tempurung kelapa yang akan dijadikan bahan pembuat karbon aktif, sebaiknya bebentuk setengah atau
seperempat ukuran tempurung.
Jika ukurannya terlalu hancur, maka tempurung itu kurang baik dijadikan bahan pembuat karbon aktif. Dari
segi kualitas, tempurung kelapa yang memenuhi syarat dijadikan bahan karbon aktif adalah kelapa yang
benar-benar tua hingga warnanya hitam mengkilap dan keras.
Tempurung yang dijadikan bahan pembuat karbon aktif umumnya dari kelapa yang dijadikan kopra. Batok
kelapa yang dihasilkan merupakan belahan dua dari satu buah kelapa utuh. Untuk membuat karbon aktif yang
benar-benar berkualitas, tempurung harus bersih dan terpisah dari sabutnya.
Ada dua tahapan membuat karbon aktif yang berkualitas dari tempurung kelapa. Tahap pertama yang harus
dilakukan adalah tempurung dibuat arang dengan peralatan drum berpenutup.
Tahap kedua, melalui proses penggilingan arang tempurung hingga menghasilkan karbon aktif dan serbuk
arang. Serbuk arang ini masih bisa diproses menjadi briket arang tempurung. Penggilingan itu dilakukan
dengan mesin sederhana berpenggerak listrik, diesel, atau bensin.
Kualitas tempurung dan proses pembakaran akan sangat menentukan rendemen karbon aktif yang dihasilkan.
Kualitas tempurung kelapa biasa lebih baik dibanding kelapa hibrida.
Agar dapat memperoleh rendemen karbon aktif yang lebih baik, langkah-langkah proses pembakaran dengan
cara drum diberi empat lubang di bagian bawah. Agar selama pembakaran udara bisa masuk, drum harus
diganjal tiga potongan batu bata.
Pembakaran arang dilakukan lapis demi lapis tempurung. Memulai pembakaran bisa dengan menggunakan
kertas atau daun kelapa kering yang ditaruh di atas satu lapis tempurung di dasar drum. Setelah tempurung
lapisan pertama terbakar, sedikit demi sedikit satu lapisan ditaruh diatasnya. Langkah ini terus dilakukan
sampai drum penuh.
Ketika tempurung lapisan atas mulai terbakar, batu bata yang menjadi ganjalan drum perlahan-lahan diambil,
sehingga dasar drum langsung menyentuh tanah dan menutup lubang. Kemudian drum ditutup rapat-rapat
dan jangan sampai ada udara yang masuk.
Jika ada udara yang masuk, maka arang yang ada dalam drum akan menjadi abu. Tetapi kalau drum ditutup
rapat sebelum seluruh tempurung terbakar, tempurung tidak akan menjadi arang.
Keesokan harinya, setelah drum dingin, tutupnya dibuka, kemudian drum dibaringkan. Arang tempurung
kemudian dibongkar secara perlahan-lahan. Arang tempurung yang tampak hitam, mengkilap, utuh, keras,
dan mudah dipatahkan menunjukkan kualitasnya baik. kadar air dalam arang tempurung kelapa antara 50-70
persen.
Kar bon Aktif dan Komposisinya
Karbon atau arang aktif adalah material yang berbentuk butiran atau bubuk yang berasal dari material yang
mengandung karbon misalnya batubara, kulit kelapa, dan sebagainya. Dengan pengolahan tertentu yaitu proses aktivasi seperti perlakuan dengan tekanan dan suhu tinggi, dapat diperoleh karbon aktif yang memiliki
permukaan dalam yang luas. 

Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi kebocoran udara didalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktifasi dengan bahan-bahan
kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi. Dengan demikian, arang akan mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan kimia. Arang yang demikian disebut sebagai arang aktif. Dalam satu gram karbon aktif, pada umumnya memiliki luas permukaan seluas 500-1500 m2, sehingga sangat efektif dalam menangkap partikel-partikel yang sangat halus berukuran 0.01-0.0000001 mm. Karbon aktif bersifat sangat aktif dan akan menyerap apa saja yang kontak dengan karbon tersebut. Dalam waktu 60 jam biasanya karbon aktif tersebut manjadi jenuh dan tidak aktif lagi. Oleh karena itu biasanya arang aktif di kemas dalam kemasan yang kedap udara. Sampai tahap tertentu beberapa jenis arang aktif dapat di reaktivasi kembali, meskipun demikian tidak jarang yang disarankan untuk sekali pakai. Reaktifasi karbon aktif sangat tergantung dari metode aktivasi sebelumnya, oleh karena itu perlu diperhatikan keterangan pada kemasan produk tersebut. 
Karbon aktif tersedia dalam berbagai bentuk misalnya gravel, pelet (0.8-5 mm) lembaran fiber, bubuk (PAC :
powder active carbon, 0.18 mm atau US mesh 80) dan butiran-butiran kecil (GAC : Granular Active carbon,
0.2-5 mm) dsb. Serbuk karbon aktif PAC lebih mudah digunakan dalam pengolahan air dengan sistem
pembubuhan yang sederhana.
Serbuk (powder) Butiran (granule) Bongkahan (gravel) Pelet Bahan baku yang berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan, limbah ataupun mineral yang mengandung karbon dapat dibuat menjadi arang aktif, bahan tersebut antara lain: tulan , kayu lunak, sekam, tongkol jagung, tempurung kelapa, sabut kelapa, ampas penggilingan tebu, ampas pembuatan kertas, serbuk gergaji, kayu keras dan batubara.

Di negara tropis masih dijumpai arang yang dihasilkan secara tradisional yaitu dengan menggunakan drum atau lubang dalam tanah, dengan tahap pengolahan sebagai berikut: bahan yang akan dibakar dimasukkan dalam lubang atau drum yang terbuat dari plat besi. Kemudian dinyalakan sehingga bahan baku tersebut terbakar, pada saat pembakaran, drum atau lubang ditutup sehingga hanya ventilasi yang dibiarkan terbuka.
lni bertujuan sebagai jalan keluarnya asap. Ketika asap yang keluar berwarna kebiru-biruan, ventilasi ditutup
dan dibiarkan selama kurang lebih kurang 8 jam atau satu malam. Dengan hati-hati lubang atau dibuka dan dicek apakah masih ada bara yang menyala. Jika masih ada yang atau drum ditutup kembali. Tidak dibenarkan mengggunakan air untuk mematikan bara yang sedang menyala, karena dapat menurunkan kwalitas arang. Akan tetapi secara umum proses pembuatan arang aktif dapat dibagi dua yaitu:
1. Proses Kimia.
Bahan baku dicampur dengan bahan-bahan kimia tertentu, kemudian dibuat padat. Selanjutnya padatan
tersebut dibentuk menjadi batangan dan dikeringkan serta dipotong-potong. Aktifasi dilakukan pada
temperatur 100 °C. Arang aktif yang dihasilkan, dicuci dengan air selanjutnya dikeringkan pada temperatur
300 °C. Dengan proses kimia, bahan baku dapat dikarbonisasi terlebih dahulu, kemudian dicampur dengan
bahan-bahan kimia.
2. Proses Fisika
Bahan baku terlebih dahulu dibuat arang. Selanjutnya arang tersebut digiling, diayak untuk selanjutnya
diaktifasi dengan cara pemanasan pada temperatur 1000 °C yang disertai pengaliran uap. Proses fisika
banyak digunakan dalam aktifasi arang antara lain :
a. Proses Briket: bahan baku atau arang terlebih dahulu dibuat briket, dengan cara mencampurkan bahan
baku atau arang halus dengan “ter”. Kemudian, briket yang dihasilkan dikeringkan pada 550 °C untuk
selanjutnya diaktifasi dengan uap.
b. Destilasi kering: merupakan suatu proses penguraian suatu bahan akibat adanya pemanasan pada
temperatur tinggi dalam keadaan sedikit maupun tanpa udara. Hasil yang diperoleh berupa residu yaitu arang
dan destilat yang terdiri dari campuran metanol dan asam asetat. Residu yang dihasilkan bukan merupakan
karbon murni, tetapi masih mengandung abu dan “ter”. Hasil yang diperoleh seperti metanol, asam asetat dan
arang tergantung pada bahan baku yang digunakan dan metoda destilasi. Diharapkan daya serap arang aktif
yang dihasilkan dapat menyerupai atau lebih baik dari pada daya serap arang aktif yang diaktifkan dengan
menyertakan bahan-bahan kimia. Juga dengan cara ini, pencemaran lingkungan sebagai akibat adanya
penguraian senyawa-lenyawa kimia dari bahan-bahan pada saat proses pengarangan dapat diihindari. Selain
itu, dapat dihasilkan asap cair sebagai hasil pengembunan uap hasil penguraian senyawa-senyawa organik
dari bahan baku.
Ada empat hal yang dapat dijadikan batasan dari penguraian komponen kayu yang terjadi karena pemanasan
pada proses destilasi kering, yaitu:
1. Batasan A adalah suhu pemanasan sampai 200 °C. Air yang terkandung dalam bahan baku keluar menjadi
uap, sehingga kayu menjadi kering, retak-retak dan bengkok. Kandungan karbon lebih kurang 60 %.
2. Batasan B adalah suhu pemanasan antara 200-280 °C. Kayu secara perlahan – lahan menjadi arang dan
destilat mulai dihasilkan. Warna arang menjadi coklat gelap serta kandungan karbonnya lebih kurang 700%.
3. Batasan C adalah suhu pemanasan antara 280-500 °C. Pada suhu ini akan terjadi karbonisasi selulosa,
penguraian lignin dan menghasilkan “ter”. Arang yang terbentuk berwarna hitam serta kandungan karbonnya
meningkat menjadi 80%. Proses pengarangan secara praktis berhenti pada suhu 400 °C.
4. Batasan D adalah suhu pemanasan 500 °C, terjadi proses pemurnian arang, dimana pembentukan “ter”
masih terus berlangsung. Kadar karbon akan meningkat mencapai 90%. Pemanasan diatas 700 °C, hanya
menghasilkan gas hidrogen.
Namun secara umum dan sederhana proses pembuatan arang aktif terdiri dari tiga tahap yaitu:
1. Dehidrasi : proses penghilangan air dimana bahan baku dipanaskan sampai temperatur 170 °C.
2. Karbonisasi : pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon. Suhu diatas 170°C akan menghasilkan
CO, CO2 dan asam asetat. Pada suhu 275°C, dekomposisi menghasilkan “ter”, metanol dan hasil samping
lainnya. Pembentukan karbon terjadi pada temperatur 400 – 600 0C
3. Aktifasi : dekomposisi tar dan perluasan pori-pori. Dapat dilakukan dengan uap atau CO2 sebagai aktifator.
Proses aktifasi merupakan hal yang penting diperhatikan disamping bahan baku yang digunakan. Yang
dimaksud dengan aktifasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori
yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul – molekul permukaan
sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah
besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Metoda aktifasi yang umum digunakan dalam pembuatan
arang aktif adalah:
1. Aktifasi Kimia.
Aktifasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan pemakian bahan-bahan
kimia. Aktifator yang digunakan adalah bahan-bahan kimia seperti: hidroksida logam alkali garam-garam
karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan khususnya ZnCl2, asam-asam anorganik seperti
H2SO4 dan H3PO4.
2. Aktifasi Fisika.
Aktifasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan bantuan panas, uap dan
CO2. Umumnya arang dipanaskan didalam tanur pada temperatur 800-900°C. Oksidasi dengan udara pada
temperatur rendah merupakan reaksi eksoterm sehingga sulit untuk mengontrolnya. Sedangkan pemanasan
dengan uap atau CO2 pada temperatur tinggi merupakan reaksi endoterm, sehingga lebih mudah dikontrol
dan paling umum digunakan.
Beberapa bahan baku lebih mudah untuk diaktifasi jika diklorinasi terlebih dahulu. Selanjutnya dikarbonisasi
untuk menghilangkan hidrokarbon yang terklorinasi dan akhimya diaktifasi dengan uap. Juga memungkinkan
untuk memperlakukan arang kayu dengan uap belerang pada temperatur 500°C dan kemudian desulfurisasi
dengan H2 untuk mendapatkan arang dengan aktifitas tinggi. Dalam beberapa bahan barang yang diaktifasi
dengan percampuran bahan kimia, diberikan aktifasi kedua dengan uap untuk memberikan sifat fisika tertentu.
Dengan bertambah lamanya destilasi serta bertambah tingginya temperatur destilasi, mengakibatkan jumlah
arang yang dihasilkan semakin kecil, sedangkan destilasi dan daya serap makin besar. Meskipun dengan
semakin bertambahnya temperatur destilasi, daya serap arang aktif semakin baik, masih diperlukan
pembatasan temperatur yaitu tidak melebihi 1000 0C, karena banyak terbentuk abu sehingga menutupi poripori
yang berfungsi untuk mengadsorpsi. Sebagai akibatnya daya serap arang aktif akan menurun.
Selanjutnya campuran arang dan aktifator dipanaskan pada temperatur dan waktu tertentu. Hasil yang
diperoleh, diuji daya serapnya terhadap larutan Iodium.
Menurut SII No.0258 -79, arang aktif yang baik mempunyai persyaratan seperti yang tercantum pada tabel
berikut ini:
Tabel. 1 Spesifikasi karbon aktif.
Jenis Persyaratan
Bagian yang hilang pada pemanasan 950 oC. Maksimum 15%
Air Maksimum 10%
Abu Maksimum 2,5%
Bagian yang tidak diperarang Tidak nyata
Daya serap terhadap larutan I Minimum 20%
Karbon aktif terbagi atas 2 tipe yaitu arang aktif sebagai pemucat dan arang aktif sebagai penyerap uap.
1. Arang aktif sebagai pemucat.
Biasanya berbentuk serbuk yang sangat halus dengan diameter pori mencapai 1000 A0 yang digunakan
dalam fase cair. Umumnya berfungsi untuk memindahkan zat-zat penganggu yang menyebabkan warna dan
bau yang tidak diharapkan dan membebaskan pelarut dari zat – zat penganggu dan kegunaan yang lainnya
pada industri kimia dan industri baru. Arang aktif ini diperoleh dari serbuk – serbuk gergaji, ampas pembuatan
kertas atau dari bahan baku yang mempunyai densitas kecil dan mempunyai struktur yang lemah.
2. Arang aktif sebagai penyerap uap.
Biasanya berbentuk granula atau pellet yang sangat keras dengan diameter pori berkisar antara 10-200 A0.
Tipe porinya lebih halus dan digunakan dalam fase gas yang berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut
atau katalis pada pemisahan dan pemurnian gas. Umumnya arang ini dapat diperoleh dari tempurung kelapa,
tulang, batu bata atau bahan baku yang mempunyai struktur keras.
Sehubungan dengan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan arang aktif untuk masing- masing tipe,
pernyataan diatas bukan merupakan suatu keharusan.
Dengan proses oksidasi karbon aktif yang dihasilkan terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. L-karb on (L-A C)
Karbon aktif yang dibuat dengan oksidasi pada suhu 300oC – 400oC (570o-750oF) dengan menggunakan
udara atau oksidasi kimia. L-AC sangat cocok dalam mengadsorbsi ion terlarut dari logam berat basa seperti
Pb2+, Cu2+, Cd2+, Hg2+. Karakter permukaannya yang bersifat asam akan berinteraksi dengan logam basa.
Regenerasi dari L-AC dapat dilakukan menggunakan asam atau garam seperti NaCl yang hampir sama
perlakuannya pada pertukaran ion.
2. H-karbo n (H -AC)
Karbon aktif yang dihasilkan dari proses pemasakan pada suhu 800o-1000oC (1470o-1830oF) kemudian
didinginkan pada atmosfer inersial. H-AC memiliki permukaan yang bersifat basa sehingga tidak efektif dalam
mengadsorbsi logam berat alkali pada suatu larutan air tetapi sangat lebih effisien dalam mengadsorbsi kimia
organik, partikulat hidrofobik, dan senyawa kimia yang mempunyai kelarutan yang rendah dalam air. Akan
tetapi H-AC dapat dimodifikasi dengan menaikan angka asiditas. Permukaan yang netral akan mengakibatkan
tidak efektifnya dalam mereduksi dan mengadsorbsi kimia organik sehingga efektif mengadsorbsi ion logam
berat dengan kompleks khelat zat organik alami maupun sintetik dengan menetralkannya.
Dalam aplikasi karbon aktif baik yang digunakan sebagai media adsorbsi, pemberat atau media filtrasi dengan
titik injeksi tertentu, maka kriteria desain titik pembubuhan karbon aktif perlu diperhatikan, yaitu :
1. Karbon yang terdapat didalam kantong langsung dimasukkan kedalam tangki penyimpanan dan dicampur
dengan air untuk disiapkan menjadi larutan yang mengandung 0,1 kg karbon aktif bubuk per 1 liter larutan.
Lebih baik lagi apabila suatu instalasi memiliki 2 tangki larutan, maka persediaan larutan karbon aktif untuk
dibubuhkan dapat ditempatkan dalam 2 tangki, jika larutan didalam satu tangki sudah kosong, maka sudah
tersedia larutan didalam tangki yang lain untuk dibubuhkan, tanpa harus menunggu persiapan larutan karbon
aktif yang baru.
2. Agitator mekanik harus disediakan dalam tangki penyimpanan untuk menjaga larutan karbon aktif tetap
“tersuspensi” didalam larutan atau menjaga larutan agar tidak memadat
3. Larutan biasanya dipompakan kedalam tangki yang menampung sejumlah larutan dan akan diumpankan
untuk lebih dari beberapa jam berikutnya. Tanki tersebut harus mudah dibersihkan dan dipelihara. Tangki ini
harus mempunyai lapisan anti karat seperti cat epoxy atau bitumastik untuk melindunginya dari pengkaratan.
4. Pipa pembawa larutan karbon aktif bubuk harus dipasang menurun/landai menuju tempat pembubuhan,
dengan perlengkapan untuk mendorong karbon yang mungkin mengendap dan menyumbat didalam pipa.
Pipa harus terbuat dari bahan bebas karat dan bebas erosi seperti karet, plastik dan besi baja. Pendorong
pipa dan mata pisau pencampur dalam tangki penyimpanan dan tangki harus terbuat dari besi baja untuk
menahan karat dan erosi.
5. Masalah yang paling umum dalam pengoperasian karbon aktif bubuk adalah penanganan bahan kimia.
Karena berbentuk bubuk, maka debu merupakan masalah utama, khususnya jika sistem pencampuran kering
digunakan.
6. Jika karbon aktif bubuk digunakan secara terus menerus atau jika sejumlah besar digunakan dalam waktu
tertentu, pengalihan ke sistem basah harus dipertimbangkan
7. Pada instalasi pengolahan air, karbon aktif yang mengalir melewati saringan dan memasuki sistem
distribusi dapat menghasilkan “air hitam”. Air hitam biasanya disebabkan oleh koagulasi yang tidak sempurna
atau dosis karbon aktif yang tinggi ditambahkan sesaat sebelum penyaringan. Untuk memecahkan masalah
tersebut, titik pembubuhan harus dipindahkan ke sistem penyadap air baku atau ke dalam bak pengadukan
cepat.
Arang aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori, yang sebagian besar terdiri dari unsur
karbon bebas dan masing- masing berikatan secara kovalen. Dengan demikian, permukaan arang aktif
bersifat non polar. Selain komposisi dan polaritas, struktur pori juga merupakan faktor yang penting
diperhatikan. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan, semakin kecil pori-pori arang aktif,
mengakibatkan luas permukaan semakin besar. Dengan demikian kecepatan adsorpsi bertambah. Untuk
meningkatkan kecepatan adsorpsi, dianjurkan agar menggunakan arang aktif yang telah dihaluskan. Sifat
arang aktif yang paling penting adalah daya serap. Dalam hal ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhi
daya serap adsorpsi, yaitu :
1. Sifat S erap an
Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh arang aktif, tetapi kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda
untuk masing- masing senyawa. Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran
molekul serapan dari sturktur yang sama, seperti dalam deret homolog. Adsorbsi juga dipengaruhi oleh gugus
fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa serapan.
2. Temp eratur
Dalam pemakaian arang aktif dianjurkan untuk mengamati temperatur pada saat berlangsungnya proses.
Faktor yang mempengaruhi temperatur proses adsoprsi adalah viskositas dan stabilitas thermal senyawa
serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna
maupun dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk senyawa volatil, adsorpsi
dilakukan pada temperatur kamar atau bila memungkinkan pada temperatur yang lebih rendah.
3. pH (D eraj at Ke asaman ).
Untuk asam-asam organik, adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu dengan penambahan asamasam
mineral. Ini disebabkan karena kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik
tersebut. Sebaliknya bila pH asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan
berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.
4. Waktu Sin ggun g
Bila arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan. Waktu
yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan jumlah arang yang digunakan. Selisih ditentukan oleh dosis
arang aktif, pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung. Pengadukan dimaksudkan untuk memberi
kesempatan pada partikel arang aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang
mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu singgung yang lebih lama.
Karbon aktif merupakan bahan yang multifungsi dimana hampir sebagian besar telah dipakai penggunaannya
oleh berbagai macam jenis industri. Aplikasi terhadap penggunaan karbon aktif dapat dilihat dari tabel
dibawah ini:
Tabel.2 Aplikasi penggunaan karbon aktif dalam industri.
Tabel.2 Aplikasi penggunaan karbon aktif dalam industri.
No. Pem akai Ke guna an Jenis/ Mesh
1. Industri obat dan makanan Menyaring, penghilangan bau dan
rasa
8×30, 325
2. Minuman keras dan ringan Penghilangan warna, bau pada
minuman
4×8, 4×12
3. Kimia perminyakan Penyulingan bahan mentah 4×8, 4×12, 8×30
4. Pembersih air Penghilangan warna, bau
penghilangan resin
5. Budi daya udang Pemurnian, penghilangan ammonia,
nitrit, penol, dan logam berat
4×8, 4×12
6. Industri gula Penghilagan zat-zat warna, menyerap
proses penyaringan menjadi lebih
sempurna
4×8, 4×12
7. Pelarut yang digunakan kembali Penarikan kembali berbagai pelarut 4×8, 4×12, 8×30
8. Pemurnian gas Menghilangkan sulfur, gas beracun,
bau busuk asap.
4×8, 4×12
9. Katalisator Reaksi katalisator pengangkut vinil
khlorida, vinil asetat
4×8, 4×30
10. Pengolahan pupuk Pemurnian, penghilangan bau 8×30











IKAN ASAP (IKAN SALE) CARA PENGASAPAN
CAIR

1. PENDAHULUAN
Ikan asap adalah ikan yang diawetkan dengan panas dan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras yang banyak menghasilkan asap dan lambat terbakar. Asap mengandung senyawa fenol dan formaldehida, masing-masing bersifat bakterisida (membunuh bakteri). Kombinasi kedua senyawa tersebut juga bersifat fungisida (membunuh kapang). Kedua senyawa membentuk lapisan mengkilat pada permukaan ikan. Panas pembakaran juga membunuh mikroba, dan menurunkan kadar air ikan. Pada kadar air rendah bahan lebih sulit dirusak oleh mikroba. Asap juga mengandung uap air, asam formiat, asam asetat, keton, alkohol dan karbondioksida. Rasa dan aroma khas ikan asap terutama disebabkan oleh senyawa fenol (guaiacol, 4-metthyl-guaiacol, 2,6-dimetoksi fenol), dan senyawa  karbonil. 
Ada dua cara pengasapan, yaitu cara tradisional dan cara dingin. Pada cara tradisional, asap dihasilkan dari pembakaran kayu atau biomassa lainnya (misalnya sabut kelapa, serbuk akasia, dan serbuk mangga). Pada cara basah, bahan direndam di dalam asap yang sudah dicairkan. Setelah senyawa asap menempel pada ikan, kemudian ikan dikeringkan. Walaupun mutunya kurang bagus dibanding pengasapan dingin, pengasapan tradisional paling mudah diterapkan oleh industri kecil. Asap cair diperlukan untuk pengasapan dingin sulit ditemukan di pasaran. Karena itu teknologi yang diuraikan lebih ditekankan pada pengasapan tradisional. 

2. BAHAN
1) Ikan
2) Asap cair. Satu bagian asap cair dilarutkan di dalam 100 bagian air.
3) Garam halus.
4) Larutan garam 20%. Untuk membuat 10 liter larutan garam 20%: 2 kg garam ditambah dengan air sambil diaduk-aduk sampai volumenya 10 liter.


3. PERALATAN
1) Pengukus. Alat ini digunakan untuk mengukus ikan.
2) Pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan ikan yang telah dikukus.
3) Penyemprot. Alat ini digunakan untuk menyemprot asap cair ke permukaan ikan.

4. CARA PEMBUATAN
1) Proses Pendahuluan
a. Proses pendahuluan dilakukan terhadap ikan berukuran sedang dan besar. Ikan berukuran kecil atau teri (panjang kurang dari 10 cm) tidak memerlukan proses pendahuluan. Ikan hanya perlu dicuci (jika kotor), kemudian dapat langsung dikeringkan. 
b. Ikan berukuran sedang dan besar (panjang lebih dari 15 cm) perlu diberi proses pendahuluan, yaitu penyiangan, pembelahan, dan filleting.
c. Proses pendahuluan dilakukan sama dengan proses pendahuluan untuk pengolahan ikan kering.

2) Penggaraman
a. Ikan atau fillet direndam di dalam larutan garam 20% selama 30 menit.Ke dalam larutan garam, dapat ditambahkan bumbu.
b. Pengukusan
Ikan atau fillet yang telah digarami dikukus selama 30 menit.

3) Pengeringan
Ikan atau fillet yang telah dikukus, dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering. Jika dijemur, pada cuaca bagus, pengeringan berlangsung selama 2~3 hari. Jika dikeringkan dengan alat pengering, pengeringan berlangsung selama 8~10 jam. Setelah pengeringan, diharapkan kadar air kurang dari 18%.

4) Pengasapan
a. Pengasapan. Ikan atau fillet yang telah dikeringkan diberi asap cair. Ada dua cara pemberian asap cair, yaitu: 
b. Asap cair dilarutkan ke dalam air (1 bagian asap cair di dalam 99 bagian
air). Ke dalam asap cair tersebut ikan atau fillet kering dicelupkan selama
10 menit.
c. Asap cair dilarutkan ke dalam minyak (1 bagian asap cair dilarutkan ke
dalam 99 bagian minyak). Asap cair ini disemprotkan ke permukaan ikan,
atau fillet.
d. Pengeringan setelah pengasapan. Ikan atau fillet yang telah diasapi,
dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering. Setelah itu, produk
dapat disimpan di dalam kantong plastik, atau di dalam kotak kaleng.

Rabu, 03 Februari 2010



ASAP CAIR
Asap diartikan sebagai suatu suspense partikel-partikel padat dan cair dalam medium gas (Girard, 1992). Sedangkan asap cair menurut Darmadji (1997) merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap hasil pirolisis kayu.
Cara yang paling umum digunakan untuk menghasilkan asap pada pengasapan makanan adalah dengan membakar serbuk gergaji kayu keras dalam suatu tempat yang disebut alat pembangkit asap ( Draudt, 1963) kemudian asap terebut dialirkan kerumah asap dalam kondisi sirkulasi udara dan temperature yang terkontrol (sink dan Hsu, 1977). Produksi asap cair merupakan hasil pembakaran yang  tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi karena pengaruh panas, polimerisasi, dan kondensasi ( Girard, 1992 ).
Penggunaan berbagai jenis kayu sebagai bahan bakar pengasapan telah banyak dilaporkan. Pembuatan bandeng asap didaerah Sidoarjo, menggunakan berbagai jenis kayu sebagai bahan bakar seperti kayu bakau, serbuk geregaji kayu jati, ampas tebum dan kayu bekas kotak kemasan. (Tranggono dkk, 1997).
Namun untuk menghaislkan asap yang baik pada waktu pembakaran sebaiknya menggunakan jenis kayu keras, seperti kayu bakau, rasa mala, serbuk dan seratan kayu jati serta tempurung kelapa, sehingga diperoleh ikan asapan yang baik (Tranggono dkk, 1997). Asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras akan berbeda komposisinya dengan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu lunak. Pada umumnya kayu keras akan menghasilkan aroma yang lebih unggul, lebih kaya kandungan aromatic dan lebih banyak mengandung senyawa asam dibandingkan kayu lunak (Girard 1992).
Asap memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam fenolat dan karbonil, seperti yang dilaporkan Darmadji dkk (1996) yang menyatakan bahwa pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13 %, karbonil 11,3 % dan asam 10,2 %. Aplikasi asap cair dalam pengolahan RSS dengan skala pabrik dapat berfungsi sebagai pembeku dan pengawet dalam pengolahan RSS. Pembekuan sempurna terjadi dalam waktu 5 menit, dan pengeringan sit hanya memerlukan waktu selama 36 jam dan menghemat kayu bakar sebanyak 2,45 m3/ ton karet kering dibandingkan dengan pengolahan RSS secara normal. Hal ini akan banyak mengurangi pencemaran udara akibat pembakaran kayu, biaya pengolahan lebih efisien dan proses pengolahan lebih cepat dari 5-6 hari menjadi 2 hari.maka spesifikasi teknis, karakteristik vulkanisasi dan sifat fisik vulkanisat dari karet RSS yang dibekukan dan diawetkan dengan asap cair adalah setara dengan yang diproses secara konvensional.
Diamerika serikat, pengolahan daging dengan menggunakan asap cair yang telah mengalami pengendapan dan penyaringan untuk memisahkan senyawa tar. Pasar international untuk produk asap cair ini meliputi amerika, eropa, afrika, Australia dan amerika selatan. Asap cair ini telah dipalikasikan pada pengawetan daging, termasuk daging unggas, kudapan dari daging, ikan salmon dan kudapan lainnya. Asap cair juga digunakan untuk menambah citarasa pada saus, sup, sayuran dalam kaleng, bumbu, rempah-rempah dll (Tranggono dkk, 1997).

KOMPOSISI ASAP CAIR
Asap cair mengandung berbagai senyawa yang terbentuk karena terjadinya pirolisis tiga komponen kayu yaitu : Selulosa, Hemiselulosa, dan Lignin.
Lebih dari 400 senyawa kimia dalam asap telah berhasil di identifikasi. Komponen-komponen tersebut dikemukakan dalam jumlah yang bervariasi tergantung jenis kayu, umur tanaman sumber kayu dan kondisi pertumbuhan kayu seperti iklim dan tanah. Komponen-komponen tersebut meliputi asam yang dapat mempengaruhi cita rasa, pH dan umur simpan produk asapan. Karbonil yang bereaksi dengan protein dan membentuk pewarnaan cokelat dan fenol yang merupakan pembentuk utama aroma menunjukkan aktifitas antioksidan (Astuti, 2000).